Saturday, December 27, 2014

AlGhazali: 8 Maqam yang harus dilalui oleh sufi


1.    TAUBAT.
سنن ابن ماجه (12/ 303)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّدَمُ تَوْبَةٌ
مسند أحمد (53/ 235)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ يَعْنِي الْوَاسِطِيَّ عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَائِشَةُ إِنْ كُنْتِ أَلْمَمْتِ بِذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرِي اللَّهَ فَإِنَّ التَّوْبَةَ مِنْ الذَّنْبِ النَّدَمُ وَالِاسْتِغْفَارُ
Taubat itu menyesali maksiat yang telah dikerjakannya dan kembali menuju apa yang diperintahkannya, ini bagi manusia biasa. Adapun bagi hamba khawasul khawas, mereka merasa berdosa bila meninggalkan mengingat Tuhannya.
Bahkan memalingkan hatinya dari fokus pada Tuhannya merupakan sebuah kemaksiatan bagi dirinya. Mereka tidak boleh melihat manusia bahkan, karena termasuk kelalaian hamba bagi dirinya.
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا} [التحريم: 8]
{ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} [النور: 31]
{إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ} [البقرة: 222]
Taubat merupakan Maqam dari maqam hamba untuk mendekatkan diri pada Tuhannya.
2.    SABAR DAN SYUKUR.
a.    Sabar.
Sabar merupakan salah satu maqam yang sangat tinggi, maqamnya para penempuh jalan Allah Ta’ala dan satu dari derajat ‘Arifin.
Sabar merupakan keistimewaan manusia. Malaikat tidak punya sifat sabar kerena kesempurnaan yang ada pada mereka itu, dan sabar tidak dimiliki juga oleh binatang, karena kekurangan dan rendah derajat binatang.
Sabar merupakan pembangkit ketetapan agama pada diri manusia yang menjadi lawan dari kemauan nafsu.
b.    Syukur
اعلم أن الشكر من جملة مقامات السالكين وهو أيضاً ينتظم من علم وحال وعمل فالعلم هو الأصل فيورث الحال والحال يورث العمل فأما العلم فهو مَعْرِفَةُ النِّعْمَةِ مِنَ الْمُنْعِمِ وَالْحَالُ هُوَ الْفَرَحُ الْحَاصِلُ بِإِنْعَامِهِ وَالْعَمَلُ هُوَ الْقِيَامُ بِمَا هُوَ مَقْصُودُ الْمُنْعِمِ وَمَحْبُوبُهُ وَيَتَعَلَّقُ ذَلِكَ الْعَمَلُ بِالْقَلْبِ وبالجوارح وباللسان
Syukur merupakan salahsatu maqam yang harus ditempuh oleh orang yang ingin mempunyai derajat yang tinggi dihadapan Allah Jalla wa Azza. Syukur ini mempunyai Tiga unsur yang harus dilengkapkan; Yaitu Ilmu, Hal dan Amal. Ilmu merupakan dasar dan pohon yang akan menumbuhkan cabang dan cabang yaitu Hal, sedangkan Amal merupakan hasil dan buah dari cabang pohon.
Ilmu yaitu mengetahui dan mengenal nikmat yeng diberikan oleh mun’im ( Allah ), Hal merupakan keadaan senang yang timbul akibat merasakan nikmat yang diberikan Tuhan yang sedang dijalani dan Amal adalah mengurus dan mengerjakan sesuai dan selaras dengan tujuan dan hikmah dari nikmat itu sendiri. Dan amal itu akan berhubungan dan terikat dengan lidah, anggota tubuh dan hati.[1]
3.    RAJA’ DAN KHAUF.
a.    Raja’
Raja’ juga punya tiga unsur seperti maqam lainnya: yaitu Ilmu, Hal dan Amal. Jadi setiap maqam itu harus punya tiga unsur ini.
Sesuatu itu ada yang disukai dan ada yang dibenci. Sesuatu ini terbagi kepada 3; bila sesuatu itu telah ada dinamakan tazakkuran dan zikran, Bila sesuatu itu sedang berlansung dinamakan dengan wajdan, zukan dan idrakan. Dan bila sesuatu itu yang belum terjadi dan masih kita tunggu dinamakan dengan intidharan dan tawaqqu’an. Dan bila yang kita tunggu itu akan menyusahkan, menyakiti dan memberatkan kita, maka dinamakan dengan Khauf dan Isyfaqqan. Dan bila yang kita tunggu itu berupa sesuatu hal yang kita sukai dan inginkan, maka itu dinamakan dengan Raja’.[2]
{إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ} [البقرة: 218]
Mengharapkan pahala dan syurga yaitu Raja’ dan takut neraka yaitu Khauf. Jadi seorang hamba beribadah diantara khauf dan raja’. Disinilah kunci dari ibadah itu sendiri, antara di terima dan tidaknya, antara sah dan tiada sah, antara dijadikan hambaNYA dan masuk syurga dengan tiada dinggap sebagai hambaNYA dan masuk neraka. Antara mendapatkan rahmatNYA atau mendapatkan murkanya dihari akhirat nantinya.
b.    Khauf
Khauf ini sama halnya seperti Raja’ di atas. Dan sudah dijelaskan diatas
{قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا } [الكهف: 103، 104]
4.    FAKIR DAN ZUHUD.
a.    Fakir.
{وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ} [محمد: 38]
{ لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ } [الحشر: 8]
Fakir adalah tiada sesuatu yang dia perlukan, adapun tiada sesuatu yang tidak dia perlukan, maka tidak dinamakan dengan fakir.
b.    Zuhud
Zuhud adalah orang yang ketika diberikan harta, maka ia benci dan menghindari dengan tidak senang kepada harta yang akan diberikan padanya.[3] Zuhud merupakan derajat orang kamalul abrar.[4] Termasuk derajat paling tinggi. Akan tetapi bagi orang muqarrabin kebajikan orang abrar merupakan kekurangan pada orang muqarrabin. Karena benci harta dan dunia dapat menyibukkan diri pada dunia, begitu juga mencintai dunia juga menyibukkan diri dengan dunia pula. Jadi benci dan suka pada dunia merupakan sama-sama menyibukkan diri kita padanya, sehingga menjadi hijab antar dia dan Tuhannya. Karena menyibukkan diri pada selain Allah merupakan hijab dan penghalang padaNYA.
{اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ } [الحديد: 20]
Nabi Isa merupakan orang paling zuhud dibumi ini dan juga Ali bin Abi Thalib merupakan sahabat paling zuhud.
5.    TAUHID DAN TAWAKKAL.
a.    Tauhid.
Iman merupakan tasdiq dengan hati dan meng-iqrarkan dengan lidah dan mengerjakan dengan anggota.
Derajat paling rendah yaitu orang yang melafadhkan syahadat dengan lidah, hatinya adakal sesuai dengan apa yang di ucapkan atau tidak, seperti ucapan para munafik.
Derajat pertengahan yaitu membenarkan dengan hati syahadah yang di ucapkan dengan lidahnya, seperti kebanyakan orang awam muslimin lainnya.
Derajat yang tinggi adalah orang yang bersyahadat melalui indera yang ke-enam, melalui mukasyafah dan tersibaknya hijab pada alam ruh, ghaib dan alam almalakut, sehingga dia menyaksikan rahasia alam dan Tuhannya.[5]
b.    Tawakkal.
{ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ } [آل عمران: 159]
Tawakkal adalah ungkapan dari berpegang teguh padaNYA[6] sahaja dan Tuhan adalah satu-satu tempat kita serahkan seluruhnya.
Tawakkal tidak akan sempurna kecuali dengan kekuatan hati dan kekuatan keyakinan yang mesti ada dalam dada manusia. Dengan adanya gabungan antara keduanya maka timbullah tutma’innah (ketetapan) didalam hati. Keyakinan satu perkara dan tutma’innah satu perkara lainnya. Karena cukup banyak keyakinan yang belum tutma’innah.[7]
{قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي } [البقرة: 260]

6.    MAHABBAH, SYAUQ, RIDHA DAN ANS.
a.    Mahabbah
Mahabbah kepada Allah dan Rasul merupakan sebuah Fardhu, ini adalah pemahaman kebanyakan orang. Bagaimana orang menafsirkan Hubb dengan taat sedangkan taat itu ikutan hubb? Yang seharusnya hubb yang harus didahulukan dulu, kemudian baru hasil (tsamrah)dari hubb itu berupa taat.
{وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ} [البقرة: 165]
{ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ} [المائدة: 54]
Apabila seorang hamba sudah mengenal Tuhannya, maka dia akan mencintainya, ketika telah mencintainya,[8] maka hamba akan taat dan tunduk kepada Tuhannya sehingga dia tidak lagi berpaling dari Tuhannya kepada Makhluk dan dunia.
Mahabbah sama seperti maqam yang lain, punya Ilmu, hal dan amal. Juga punya syarat dan asbabnya.
Asbabnya:[9]
1.    Cinta dirinya, kesempurnaannya, dan membenci yang berlawanan dari itu.
2.    Ihsan. Manusia merupakan makhluk ihsan.
3.    Mencintai sesuatu untuk dirinya, bukan sesuatu dibalik itu.[10]

b.    Syauq
سنن النسائي (5/ 90)
….اللَّهُمَّ وَأَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَأَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الْحَقِّ فِي الرِّضَا وَالْغَضَبِ وَأَسْأَلُكَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى وَأَسْأَلُكَ نَعِيمًا لَا يَنْفَدُ وَأَسْأَلُكَ قُرَّةَ عَيْنٍ لَا تَنْقَطِعُ وَأَسْأَلُكَ الرِّضَاءَ بَعْدَ الْقَضَاءِ وَأَسْأَلُكَ بَرْدَ الْعَيْشِ بَعْدَ الْمَوْتِ وَأَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ فِي غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ وَلَا فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ
Orang yang mengingkari mahabbah berarti juga mencintai syauq yang merupakan akibat mahabbah itu sendiri. Karena tidak mungkin syauq kecuali pada mauhbub itu sendiri.[11] Seseorang akan syauq(rindu) pada mahbub( orang yang dicintai), ingin melihat mahbubnya, inilah yang dirasakan oleh seorang hamba yang sedangn mahaabh pada Khaliq.
c.    Ridha.
{رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ} [المائدة: 119]
Ridha merupakan satu Maqam dari Maqam Muqarrabin. Ini dinamakan Ridha bil Qadha’. Segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, sekelilingnnya merupakan qadha Tuhannya  Taslim pada Tuhannya.
d.    Ans.
Syauq, ridha dan Ans merupakan efek dari adanya mahabbah pada diri seorang hamba.[12] Orang yang dengan Ans seperti orang yang sedang sesak nafasnya dan dadanya. Dia seperti sendiri dalam masyarakat, seperti berkumpul dalam kesendirian, syahid dalam jauh, gharib dalam dekat. Badannya berseatu, tapi hatinya terpisah. Inilah yang dirasakn oleh hamba ketika mahabbah pada Khaliqnya.
7.    NIAT, IKHLAS DAN JUJUR
a.    Niat.
Niat yaitu iradah dan qudrah. Untuk adanya niat harus ada tiga perkara. Yaitu ilmu, iradah dan qudrah. Seorang hamba tidak akan ada idarah pada sesuatu yang tidak dia kenal dan tahu. Dan dia tidak akan berbuat pada sesuatu yang dia tidak inginkan (iradah).[13]
{ لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ } [الحج: 37]
Tuhan hanya melihat isi hati kita yang berisi ketakwaan semata. Dengn dilihatnya ketakwaan hati, dengan begitu hamba akan sadar untuk selalu berbuat kebajikan dan ibadah pada Tuhannya. Ibadah yang diterima berasal dari hati dan niat.
b.    Ikhlas.
{ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ} [البينة: 5]
{ إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا} [النساء: 146]
Seorang hamba yang ikhlas, akan beribadah pada Tuhannya dengan ketulusan. Ketika hamba beribadah dengan tidak ada ketulusan didalam hatinya, maka hamba tersebut menjadi syirik pada Tuhannya didalam beribadah.[14] Dan syirik itu ada beberapa tingkatan dan pembahagian, ada syirik Khafi dan Jali.
c.    Jujur.
{رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ} [الأحزاب: 23]
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا} [مريم: 56]
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا} [مريم: 41]
{ وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا} [مريم: 54]
Jujur merupakan sifat para Nabi Mursalin. Orang jujur Allah tempatkan pada Maqam posisi para Nabi yang dekat dengan diriNYA.  Dan orang-orang yang berperilaku dalam kebohongan dengan Tuhannya, maka di hari akhirat akan mendapatkan posisi yang rendah dari para hambaNYA.
{ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْمُتَكَبِّرِينَ} [الزمر: 60]
Jujur itu punya beberapa pengertian; jujur pada perkataan, jujur pada niat dan hatinya, jujur pada perilakunya, jujur pada sikapnya, jujur pada keinginan, jujur pada janjinya,[15] jujur pada tuhannya dan seterusnya.
8.    MURAQABAH DAN MUHASABAH
a.    Muraqabah.
صحيح البخاري (1/ 87)
قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Muraqabah hati pada sifat Tuhan dan Asma’NYA. Memalingkan jiwa dari segala yang dapat menyibukkan diri padanya. Ini tingkatan maqam yang tinggi dalam tingkatan hamba pada Tuhanya. Merasa bahwa hamba selalu dipantau hati, pekerjaannya.
b.    Muhasabah.
Muhasabah berarti introspeksi diri, menghitung diri dengan amal yang telah dilakukan. Manusia yang beruntung adalah manusia yang tahu diri, dan selalu mempersiapkan diri untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir.
Sebagai hamba, harus sadar bahwa Tuhan mengawasinya dengang menyertai malaikatnya mencatat gerak perilaku hamba untuk muhasabah setiap sore hari, setiap pagi hari, setiap minggu, setiap akhir bulan, setaip akhir tahun, ketika meninggal dunia.
Dengan melakasanakan Muhasabah, seorang hamba akan selalu menggunakan waktu dan jatah hidupnya dengan sebaik-baiknya, dengan penuh perhitungan baik amal ibadah mahdhah maupun amal sholeh berkaitan kehidupan bermasyarakat. Allah SWT memerintahkan hamba untuk selalu mengintrospeksi dirinya dengan meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT.[16]




[1] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin, cet. 1,  (Bairut: Dar Ibnu Hazm,2005), H. 1422.
[2] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1488.
[3] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1542.
[4] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1543.
[5] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1604.
[6] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1619.
[7] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1620.
[8] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1658.
[9] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1660.
[10] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1661.
[11] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1687.
[12] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1705.
[13] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1734.
[14] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1749.
[15] Abu Hamid al Ghazali, Ihya Ulumuddin,… h. 1758.

No comments: