1. TAUBAT.
سنن ابن ماجه (12/ 303)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّدَمُ تَوْبَةٌ
مسند أحمد (53/ 235)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ يَعْنِي الْوَاسِطِيَّ عَنْ سُفْيَانَ بْنِ
عُيَيْنَةَ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَائِشَةُ إِنْ
كُنْتِ أَلْمَمْتِ بِذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرِي اللَّهَ فَإِنَّ التَّوْبَةَ مِنْ الذَّنْبِ
النَّدَمُ وَالِاسْتِغْفَارُ
Taubat itu menyesali
maksiat yang telah dikerjakannya dan kembali menuju apa yang diperintahkannya,
ini bagi manusia biasa. Adapun bagi hamba khawasul khawas, mereka merasa
berdosa bila meninggalkan mengingat Tuhannya.
Bahkan memalingkan hatinya dari
fokus pada Tuhannya merupakan sebuah kemaksiatan bagi dirinya. Mereka tidak
boleh melihat manusia bahkan, karena termasuk kelalaian hamba bagi dirinya.
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا} [التحريم:
8]
{ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}
[النور: 31]
{إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ} [البقرة:
222]
Taubat merupakan
Maqam dari maqam hamba untuk mendekatkan diri pada Tuhannya.
2. SABAR DAN SYUKUR.
a. Sabar.
Sabar merupakan
salah satu maqam yang sangat tinggi, maqamnya para penempuh
jalan Allah Ta’ala dan satu dari derajat ‘Arifin.
Sabar merupakan
keistimewaan manusia. Malaikat tidak punya sifat sabar kerena kesempurnaan yang
ada pada mereka itu, dan sabar tidak dimiliki juga oleh binatang, karena
kekurangan dan rendah derajat binatang.
Sabar merupakan
pembangkit ketetapan agama pada diri manusia yang menjadi lawan dari kemauan
nafsu.
b. Syukur
اعلم أن الشكر من
جملة مقامات السالكين وهو أيضاً ينتظم من علم وحال وعمل فالعلم هو الأصل فيورث
الحال والحال يورث العمل فأما العلم فهو مَعْرِفَةُ النِّعْمَةِ مِنَ الْمُنْعِمِ
وَالْحَالُ هُوَ الْفَرَحُ الْحَاصِلُ بِإِنْعَامِهِ وَالْعَمَلُ هُوَ الْقِيَامُ
بِمَا هُوَ مَقْصُودُ الْمُنْعِمِ وَمَحْبُوبُهُ وَيَتَعَلَّقُ ذَلِكَ الْعَمَلُ
بِالْقَلْبِ وبالجوارح وباللسان
Syukur merupakan salahsatu maqam yang harus ditempuh oleh orang
yang ingin mempunyai derajat yang tinggi dihadapan Allah Jalla wa Azza. Syukur
ini mempunyai Tiga unsur yang harus dilengkapkan; Yaitu Ilmu, Hal dan Amal.
Ilmu merupakan dasar dan pohon yang akan menumbuhkan cabang dan cabang yaitu
Hal, sedangkan Amal merupakan hasil dan buah dari cabang pohon.
Ilmu yaitu
mengetahui dan mengenal nikmat yeng diberikan oleh mun’im ( Allah ), Hal
merupakan keadaan senang yang timbul akibat merasakan nikmat yang diberikan
Tuhan yang sedang dijalani dan Amal adalah mengurus dan mengerjakan sesuai dan
selaras dengan tujuan dan hikmah dari nikmat itu sendiri. Dan amal itu akan berhubungan
dan terikat dengan lidah, anggota tubuh dan hati.[1]
3. RAJA’ DAN KHAUF.
a. Raja’
Raja’ juga punya tiga unsur seperti maqam lainnya: yaitu Ilmu, Hal dan
Amal. Jadi setiap maqam itu harus punya tiga unsur ini.
Sesuatu itu ada yang disukai dan ada yang dibenci. Sesuatu ini terbagi
kepada 3; bila sesuatu itu telah ada dinamakan tazakkuran dan zikran, Bila
sesuatu itu sedang berlansung dinamakan dengan wajdan, zukan dan idrakan. Dan
bila sesuatu itu yang belum terjadi dan masih kita tunggu dinamakan dengan intidharan
dan tawaqqu’an. Dan bila yang kita tunggu itu akan menyusahkan, menyakiti dan
memberatkan kita, maka dinamakan dengan Khauf dan Isyfaqqan. Dan bila yang kita
tunggu itu berupa sesuatu hal yang kita sukai dan inginkan, maka itu dinamakan
dengan Raja’.[2]
{إِنَّ الَّذِينَ
آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ
يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ} [البقرة: 218]
Mengharapkan pahala dan syurga yaitu Raja’ dan takut neraka yaitu Khauf.
Jadi seorang hamba beribadah diantara khauf dan raja’. Disinilah kunci dari
ibadah itu sendiri, antara di terima dan tidaknya, antara sah dan tiada sah,
antara dijadikan hambaNYA dan masuk syurga dengan tiada dinggap sebagai
hambaNYA dan masuk neraka. Antara mendapatkan rahmatNYA atau mendapatkan
murkanya dihari akhirat nantinya.
b. Khauf
Khauf ini sama halnya seperti Raja’ di atas. Dan sudah dijelaskan diatas
{قُلْ هَلْ
نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا }
[الكهف: 103، 104]
4. FAKIR DAN ZUHUD.
a. Fakir.
{وَاللَّهُ
الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ} [محمد: 38]
{ لِلْفُقَرَاءِ
الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ
يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ } [الحشر: 8]
Fakir adalah tiada sesuatu yang dia perlukan, adapun tiada sesuatu yang
tidak dia perlukan, maka tidak dinamakan dengan fakir.
b. Zuhud
Zuhud adalah orang yang ketika diberikan harta, maka ia benci dan
menghindari dengan tidak senang kepada harta yang akan diberikan padanya.[3]
Zuhud merupakan derajat orang kamalul abrar.[4]
Termasuk derajat paling tinggi. Akan tetapi bagi orang muqarrabin kebajikan
orang abrar merupakan kekurangan pada orang muqarrabin. Karena benci harta dan
dunia dapat menyibukkan diri pada dunia, begitu juga mencintai dunia juga
menyibukkan diri dengan dunia pula. Jadi benci dan suka pada dunia merupakan
sama-sama menyibukkan diri kita padanya, sehingga menjadi hijab antar dia dan
Tuhannya. Karena menyibukkan diri pada selain Allah merupakan hijab dan
penghalang padaNYA.
{اعْلَمُوا أَنَّمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ
وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ
الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا
وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ } [الحديد: 20]
Nabi Isa merupakan
orang paling zuhud dibumi ini dan juga Ali bin Abi Thalib merupakan sahabat
paling zuhud.
5. TAUHID DAN TAWAKKAL.
a. Tauhid.
Iman merupakan
tasdiq dengan hati dan meng-iqrarkan dengan lidah dan mengerjakan dengan
anggota.
Derajat paling rendah
yaitu orang yang melafadhkan syahadat dengan lidah, hatinya adakal sesuai
dengan apa yang di ucapkan atau tidak, seperti ucapan para munafik.
Derajat pertengahan
yaitu membenarkan dengan hati syahadah yang di ucapkan dengan lidahnya, seperti
kebanyakan orang awam muslimin lainnya.
Derajat yang tinggi
adalah orang yang bersyahadat melalui indera yang ke-enam, melalui mukasyafah
dan tersibaknya hijab pada alam ruh, ghaib dan alam almalakut, sehingga dia
menyaksikan rahasia alam dan Tuhannya.[5]
b. Tawakkal.
{ فَإِذَا
عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ }
[آل عمران: 159]
Tawakkal adalah
ungkapan dari berpegang teguh padaNYA[6]
sahaja dan Tuhan adalah satu-satu tempat kita serahkan seluruhnya.
Tawakkal tidak akan
sempurna kecuali dengan kekuatan hati dan kekuatan keyakinan yang mesti ada
dalam dada manusia. Dengan adanya gabungan antara keduanya maka timbullah
tutma’innah (ketetapan) didalam hati. Keyakinan satu perkara dan tutma’innah
satu perkara lainnya. Karena cukup banyak keyakinan yang belum tutma’innah.[7]
{قَالَ أَوَلَمْ
تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي } [البقرة: 260]
6. MAHABBAH, SYAUQ, RIDHA DAN ANS.
a. Mahabbah
Mahabbah kepada
Allah dan Rasul merupakan sebuah Fardhu, ini adalah pemahaman kebanyakan orang.
Bagaimana orang menafsirkan Hubb dengan taat sedangkan taat itu ikutan hubb?
Yang seharusnya hubb yang harus didahulukan dulu, kemudian baru hasil (tsamrah)dari hubb itu berupa taat.
{وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا
لِلَّهِ} [البقرة: 165]
{ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ} [المائدة: 54]
Apabila seorang
hamba sudah mengenal Tuhannya, maka dia akan mencintainya, ketika telah
mencintainya,[8]
maka hamba akan taat dan tunduk kepada Tuhannya sehingga dia tidak lagi
berpaling dari Tuhannya kepada Makhluk dan dunia.
Mahabbah sama
seperti maqam yang lain, punya Ilmu, hal dan amal. Juga punya syarat dan
asbabnya.
Asbabnya:[9]
1. Cinta dirinya, kesempurnaannya, dan membenci yang
berlawanan dari itu.
2. Ihsan. Manusia merupakan makhluk ihsan.
3. Mencintai sesuatu untuk dirinya, bukan sesuatu dibalik
itu.[10]
b. Syauq
سنن النسائي (5/ 90)
….اللَّهُمَّ
وَأَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَأَسْأَلُكَ كَلِمَةَ
الْحَقِّ فِي الرِّضَا وَالْغَضَبِ وَأَسْأَلُكَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ
وَالْغِنَى وَأَسْأَلُكَ نَعِيمًا لَا يَنْفَدُ وَأَسْأَلُكَ قُرَّةَ عَيْنٍ لَا
تَنْقَطِعُ وَأَسْأَلُكَ الرِّضَاءَ بَعْدَ الْقَضَاءِ وَأَسْأَلُكَ بَرْدَ
الْعَيْشِ بَعْدَ الْمَوْتِ وَأَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ
إِلَى لِقَائِكَ فِي غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ وَلَا فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ
اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ
Orang yang
mengingkari mahabbah berarti juga mencintai syauq yang merupakan akibat
mahabbah itu sendiri. Karena tidak mungkin syauq kecuali pada mauhbub itu
sendiri.[11]
Seseorang akan syauq(rindu) pada mahbub( orang yang dicintai), ingin melihat
mahbubnya, inilah yang dirasakan oleh seorang hamba yang sedangn mahaabh pada
Khaliq.
c. Ridha.
{رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ} [المائدة: 119]
Ridha merupakan satu
Maqam dari Maqam Muqarrabin. Ini dinamakan Ridha bil Qadha’. Segala sesuatu
yang terjadi pada dirinya, sekelilingnnya merupakan qadha Tuhannya Taslim pada Tuhannya.
d. Ans.
Syauq, ridha dan Ans
merupakan efek dari adanya mahabbah pada diri seorang hamba.[12]
Orang yang dengan Ans seperti orang yang sedang sesak nafasnya dan dadanya. Dia
seperti sendiri dalam masyarakat, seperti berkumpul dalam kesendirian, syahid
dalam jauh, gharib dalam dekat. Badannya berseatu, tapi hatinya terpisah.
Inilah yang dirasakn oleh hamba ketika mahabbah pada Khaliqnya.
7. NIAT, IKHLAS DAN JUJUR
a. Niat.
Niat yaitu iradah dan qudrah. Untuk adanya niat harus ada tiga perkara.
Yaitu ilmu, iradah dan qudrah. Seorang hamba tidak akan ada idarah pada sesuatu
yang tidak dia kenal dan tahu. Dan dia tidak akan berbuat pada sesuatu yang dia
tidak inginkan (iradah).[13]
{ لَنْ يَنَالَ
اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ }
[الحج: 37]
Tuhan hanya melihat
isi hati kita yang berisi ketakwaan semata. Dengn dilihatnya ketakwaan hati,
dengan begitu hamba akan sadar untuk selalu berbuat kebajikan dan ibadah pada
Tuhannya. Ibadah yang diterima berasal dari hati dan niat.
b. Ikhlas.
{ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ حُنَفَاءَ} [البينة: 5]
{ إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا
وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَئِكَ مَعَ
الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا}
[النساء: 146]
Seorang hamba yang
ikhlas, akan beribadah pada Tuhannya dengan ketulusan. Ketika hamba beribadah
dengan tidak ada ketulusan didalam hatinya, maka hamba tersebut menjadi syirik
pada Tuhannya didalam beribadah.[14]
Dan syirik itu ada beberapa tingkatan dan pembahagian, ada syirik Khafi dan
Jali.
c. Jujur.
{رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ} [الأحزاب: 23]
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا
نَبِيًّا} [مريم: 56]
{وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ
كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا} [مريم: 41]
{ وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ
إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا} [مريم: 54]
Jujur merupakan
sifat para Nabi Mursalin. Orang jujur Allah tempatkan pada Maqam posisi para
Nabi yang dekat dengan diriNYA. Dan orang-orang yang berperilaku dalam
kebohongan dengan Tuhannya, maka di hari akhirat akan mendapatkan posisi yang
rendah dari para hambaNYA.
{ وَيَوْمَ
الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ
أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْمُتَكَبِّرِينَ} [الزمر: 60]
Jujur itu punya
beberapa pengertian; jujur pada perkataan, jujur pada niat dan hatinya, jujur
pada perilakunya, jujur pada sikapnya, jujur pada keinginan, jujur pada
janjinya,[15]
jujur pada tuhannya dan seterusnya.
8. MURAQABAH DAN MUHASABAH
a. Muraqabah.
صحيح البخاري (1/ 87)
قَالَ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ
فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Muraqabah artinya
merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong
manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Muraqabah
hati pada sifat Tuhan dan Asma’NYA. Memalingkan jiwa dari segala yang dapat
menyibukkan diri padanya. Ini tingkatan maqam yang tinggi dalam tingkatan hamba
pada Tuhanya. Merasa bahwa hamba selalu dipantau hati, pekerjaannya.
b. Muhasabah.
Muhasabah berarti
introspeksi diri, menghitung diri dengan amal yang telah dilakukan.
Manusia yang beruntung adalah manusia yang tahu diri, dan selalu mempersiapkan
diri untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir.
Sebagai hamba, harus
sadar bahwa Tuhan mengawasinya dengang menyertai malaikatnya mencatat gerak
perilaku hamba untuk muhasabah setiap sore hari, setiap pagi hari, setiap
minggu, setiap akhir bulan, setaip akhir tahun, ketika meninggal dunia.
Dengan melakasanakan
Muhasabah, seorang hamba akan selalu menggunakan waktu dan jatah hidupnya
dengan sebaik-baiknya, dengan penuh perhitungan baik amal ibadah mahdhah maupun
amal sholeh berkaitan kehidupan bermasyarakat. Allah SWT
memerintahkan hamba untuk selalu mengintrospeksi dirinya dengan meningkatkan
ketaqwaannya kepada Allah SWT.[16]
No comments:
Post a Comment